Drama 5 Serangkaian Rersahabatan

“Van ada rapat osis kamu harus menghadirinya sekarang”, ajak Tias yang merupakan salah satu pengurus osis. Dengan terpaksa Vany meninggalkan sahabat-sahabatnya menuju ruang rapat. Vany merasa tak enak hati dengan sahabat-sahabatnya. Semenjak dirinya menjadi pengurus osis ia jarang lagi nongkrong bersama sahabart-sahabatnya. Walau terkadang Vany masih ingin berbagi cerita dengan sahabatnya.
“tuh kan, belum lima menit Vany bersama kita tapi udah pergi mengurus organisasinya lagi!” ketus Ela.
“Akhir-akhir ini Vany sangat cuek sama kita. Dia terlalu sibuk dengan organisasinya. Kalau dia ada bersama kita paling hanya lima menit, trus dah pergi lagi” ucap Maelany dengan nada kesal.
“sebenarnya kita ini dianggap apanya Vany?” tambah Dian
“Akh.. sudahlah kawan. Cobalah pahami posisi Vany sekarang. Mana mungkin dia mengerjakan sesuatu sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Lagipula kita ini sahabatnya. Kita harus mengerti dia” ucap maelany berusaha menenangkan sahabatnya.
“Akhir-akhir ini Vany sangat cuek sama kita. Dia terlalu sibuk dengan organisasinya. Kalau dia ada bersama kita paling hanya lima menit, trus dah pergi lagi” ucap Maelany dengan nada kesal.
“sebenarnya kita ini dianggap apanya Vany?” tambah Dian
“Akh.. sudahlah kawan. Cobalah pahami posisi Vany sekarang. Mana mungkin dia mengerjakan sesuatu sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Lagipula kita ini sahabatnya. Kita harus mengerti dia” ucap maelany berusaha menenangkan sahabatnya.

Bagi Ela, Maelany, Ambar, dan Rianty, Vany adalah sahabat yang sangat baik. Vanyy selalu membagi pengetahuannya kepada mereka. Vany adalah sosok
yang periang dan humoris. Mereka menjalin persahabatan sejak SMA.
Persahabatan mereka tumbuh secara alami. Setiap hari mereka selalu
bersama-sama. Ke perpustakaan bersama, ke kantin bersama, dan mereka
sangat kompak di sekolah. Hingga akhirnya mereka dijuluki sahabat 5
serangkai. Akan tetapi, semenjak Vany menjadi pengurus osis, mereka
jarang lagi nongkrong bersama.
“Aku merasa serba salah. Kenapa sahabat-sahabatku tak pernah berfikir kalau aku selalu menyempatkan waktuku walau hanya sedikit? Ah.. andai saja mereka mau mengerti aku.” Pikir Vany saat mengikuti rapat osis.
Esok harinya, Vany bertemu dengan Eka di kantin.masih dengan wajah ceria Vany menghampiri Eka. Namun, kedatangan Vany tak direspon oleh Ambar.
“Hey, pada kemana Ela, Maelany, dan Rianty?” Tanya Vany.
“Untuk apa kamu mencari mereka? Bukankah kamu sibuk mengurus organisasimu Vany?”
“Maksud kamu apa mbar?”
“Heh Vany, temen-temen sudah kecewa sama kamu.kamu sudah berubah Vany. Kamu bukan lagi Vany yang kami kenal. Sekarang kamu cuek sama kami dan hanya mementingkan organisasimu!”
Eka memalingkan wajahnya ia berusaha menyembunyikan kekesalannya. Dengan sekilas ia meninggalkan Anhy di kantin. Kata-kata Ambar membuat Vany semakin serba salah. Vany menunduk sedih dihadapkan oleh dua pilihan.
“Asal kalian tahu, dimana pun aku berada aku selalu ingat kalian. Bahkan aku berusaha menyempatkan waktuku untuk kalian. Kenapa kalian tak juga memahami aku sahabat-sahabatku?” ucap Vany dalam hati.
Tak ada lagi kekompakan. Vany enggan menyapa sahabat-sahabatnya lagi. Ia tahu kalau sahabat-sahabatnya sedang kesal padanya. Kini mereka berada dalam kelas. Ela, Rianty, Ambar dan Maelany saling mengobrol tanpa melihat Vany. Kini Vany duduk memisahkan diri dari mereka. Suasana menjadi keruh. Vany sangat sedih. Walaupun ia berusaha untuk tersenyum.
“Assalamu alaikum, selamat pagi semua…”
Kedatangan Bu Suriani memecah suasana ketegangan di kelas. Bu Suriani yang merupakan guru akidah sangat fasih dan akrab dengan siswa saat mengajar. Hari ini, Bu Suriani bercerita panjang lebar tentang bagaimana menghargai orang lain. Sementara itu, Vany tak begitu memperhatikan pelajaran. Ia masih memikirkan persahabatannya. Begitupun dengan Ela, Rianty, Ambar, dan Maelany.
“Ok.. sampai di sini, ada yang ingin ditanyakan?” ucap Bu Suriani.
Anhy yang sejak tadi hanya diam, tiba-tiba mengacungkan tangan.
“Bu saya ingin bertanya, bagaimana kalau ada sahabat yang…”
Belum sempat selesai bertanya, tiba-tiba Vany menutup wajahnya. Ternyata, ia berusaha menahan air matanya. Tanpa pamit, Vany berlari meninggalkan kelas. Suasana kelas menjadi hening. Bu Suriani tampak kebingungan. Akan tetapi Bu Suriani mengalihkan perhatian siswa.
“Baik kita lanjut…”
Sambil menangis, Vany berjalan tergesa-gesa ke suatu tempat. Ia tak lagi menghiraukan siswa yang memandanginya dengan keheranan. Vany menuju mesjid. Setelah berwudhu Vany melangkahkan kakinya masuk mesjid. Ia melihat di sekeliling masjid. Ia merasakan kedamaian di hatinya. Bagi Vany Allah-lah satu-satunya tempat untuk mencurahkan segala isi hatinya. Dengan langkah pelan, Vany mengambil mukenah lalu memakainya. Vany shalat sangat khusyuk sampai menangis seolah-olah menumpahkan semua kesedihannya. Ia merasa tak berdaya di hadapan Rabb. Selesai salam Anhy berdoa, ”Ya Allah aku sangat smenyayangi sahabat-sahabatku. Aku ingin tetap bersama mereka walau dalam keadaan apapun. Tanpa mereka, duniaku tak lengkap. Ya Allah aku tak ingin mereka membenciku. Ya Allah berilah berilah persahabatn kami petunjuk agar bisa bersatu kembali…”
Usai shalat, Vany menyimpan kembali mukenah. Ia merasa lebih tegar setelah shalat. Anhy melangkah menuju keluar masjid. Saat menghampiri pintu mesjid, tiba-tiba Vany dikejutkan oleh Maelany. Maelany langsung memeluk Vany sambil menangis.
“Vany, maafkan aku dan teman-teman, kami tak bermaksud menyakitimu Vany. Kami hanya tak ingin kehilangan kamu” ucap Maelany dengan suara tersedu-sedu.
“di mana sahabat-sahabat yang lain?” Tanya Vany.
Tiba-tiba Ela, Ambar, dan Rianty muncul di balik pintu mesjid dan memeluk Vany. Mereka semua menangis dalam keharuandan meminta maaf pada Vany.
“Kalian tak salah, justru aku yang meminta maaf pada kalian. Maafkan aku yah teman-teman. Aku ingin kita tetap sahabat walau dalam keadaan apa pun” ucap Anhy sambil menangis.
“maafkan keegoisan kami Vany. Kami sadar kalau persahabatan tak mengenal jarak dan waktu. Mulai sekarang kami akan mengerti kamu Vany” ucap Ambar.
Suasana menjadi haru. Meski mereka menangis, namun mereka merasa bahagia. Mereka kembali ceria dan saling bercanda. Sahabat 5 serangkai kini kembali kompak. Kejadian di masjid tak akan mereka lupakan. Vany, Ambar, Ela, Maelany, dan Rianty kembali menuju ke kelas. Vany menoleh ke belakang. Pandangannya tertuju pada masjid.“Terima kasih Ya Allah…” ucap Vany.

Cerita ini hanya FIKTIF BELAKA..!!
Mohon MAAF jika penamaan-nya ada yg sama dan Mengambil percis foto teman saya,, :P
Sekian dari SAYA, UCAPKAN TERIMAKASIH ^_^
“Aku merasa serba salah. Kenapa sahabat-sahabatku tak pernah berfikir kalau aku selalu menyempatkan waktuku walau hanya sedikit? Ah.. andai saja mereka mau mengerti aku.” Pikir Vany saat mengikuti rapat osis.
Esok harinya, Vany bertemu dengan Eka di kantin.masih dengan wajah ceria Vany menghampiri Eka. Namun, kedatangan Vany tak direspon oleh Ambar.
“Hey, pada kemana Ela, Maelany, dan Rianty?” Tanya Vany.
“Untuk apa kamu mencari mereka? Bukankah kamu sibuk mengurus organisasimu Vany?”
“Maksud kamu apa mbar?”
“Heh Vany, temen-temen sudah kecewa sama kamu.kamu sudah berubah Vany. Kamu bukan lagi Vany yang kami kenal. Sekarang kamu cuek sama kami dan hanya mementingkan organisasimu!”
Eka memalingkan wajahnya ia berusaha menyembunyikan kekesalannya. Dengan sekilas ia meninggalkan Anhy di kantin. Kata-kata Ambar membuat Vany semakin serba salah. Vany menunduk sedih dihadapkan oleh dua pilihan.
“Asal kalian tahu, dimana pun aku berada aku selalu ingat kalian. Bahkan aku berusaha menyempatkan waktuku untuk kalian. Kenapa kalian tak juga memahami aku sahabat-sahabatku?” ucap Vany dalam hati.
Tak ada lagi kekompakan. Vany enggan menyapa sahabat-sahabatnya lagi. Ia tahu kalau sahabat-sahabatnya sedang kesal padanya. Kini mereka berada dalam kelas. Ela, Rianty, Ambar dan Maelany saling mengobrol tanpa melihat Vany. Kini Vany duduk memisahkan diri dari mereka. Suasana menjadi keruh. Vany sangat sedih. Walaupun ia berusaha untuk tersenyum.
“Assalamu alaikum, selamat pagi semua…”
Kedatangan Bu Suriani memecah suasana ketegangan di kelas. Bu Suriani yang merupakan guru akidah sangat fasih dan akrab dengan siswa saat mengajar. Hari ini, Bu Suriani bercerita panjang lebar tentang bagaimana menghargai orang lain. Sementara itu, Vany tak begitu memperhatikan pelajaran. Ia masih memikirkan persahabatannya. Begitupun dengan Ela, Rianty, Ambar, dan Maelany.
“Ok.. sampai di sini, ada yang ingin ditanyakan?” ucap Bu Suriani.
Anhy yang sejak tadi hanya diam, tiba-tiba mengacungkan tangan.
“Bu saya ingin bertanya, bagaimana kalau ada sahabat yang…”
Belum sempat selesai bertanya, tiba-tiba Vany menutup wajahnya. Ternyata, ia berusaha menahan air matanya. Tanpa pamit, Vany berlari meninggalkan kelas. Suasana kelas menjadi hening. Bu Suriani tampak kebingungan. Akan tetapi Bu Suriani mengalihkan perhatian siswa.
“Baik kita lanjut…”
Sambil menangis, Vany berjalan tergesa-gesa ke suatu tempat. Ia tak lagi menghiraukan siswa yang memandanginya dengan keheranan. Vany menuju mesjid. Setelah berwudhu Vany melangkahkan kakinya masuk mesjid. Ia melihat di sekeliling masjid. Ia merasakan kedamaian di hatinya. Bagi Vany Allah-lah satu-satunya tempat untuk mencurahkan segala isi hatinya. Dengan langkah pelan, Vany mengambil mukenah lalu memakainya. Vany shalat sangat khusyuk sampai menangis seolah-olah menumpahkan semua kesedihannya. Ia merasa tak berdaya di hadapan Rabb. Selesai salam Anhy berdoa, ”Ya Allah aku sangat smenyayangi sahabat-sahabatku. Aku ingin tetap bersama mereka walau dalam keadaan apapun. Tanpa mereka, duniaku tak lengkap. Ya Allah aku tak ingin mereka membenciku. Ya Allah berilah berilah persahabatn kami petunjuk agar bisa bersatu kembali…”
Usai shalat, Vany menyimpan kembali mukenah. Ia merasa lebih tegar setelah shalat. Anhy melangkah menuju keluar masjid. Saat menghampiri pintu mesjid, tiba-tiba Vany dikejutkan oleh Maelany. Maelany langsung memeluk Vany sambil menangis.
“Vany, maafkan aku dan teman-teman, kami tak bermaksud menyakitimu Vany. Kami hanya tak ingin kehilangan kamu” ucap Maelany dengan suara tersedu-sedu.
“di mana sahabat-sahabat yang lain?” Tanya Vany.
Tiba-tiba Ela, Ambar, dan Rianty muncul di balik pintu mesjid dan memeluk Vany. Mereka semua menangis dalam keharuandan meminta maaf pada Vany.
“Kalian tak salah, justru aku yang meminta maaf pada kalian. Maafkan aku yah teman-teman. Aku ingin kita tetap sahabat walau dalam keadaan apa pun” ucap Anhy sambil menangis.
“maafkan keegoisan kami Vany. Kami sadar kalau persahabatan tak mengenal jarak dan waktu. Mulai sekarang kami akan mengerti kamu Vany” ucap Ambar.
Suasana menjadi haru. Meski mereka menangis, namun mereka merasa bahagia. Mereka kembali ceria dan saling bercanda. Sahabat 5 serangkai kini kembali kompak. Kejadian di masjid tak akan mereka lupakan. Vany, Ambar, Ela, Maelany, dan Rianty kembali menuju ke kelas. Vany menoleh ke belakang. Pandangannya tertuju pada masjid.“Terima kasih Ya Allah…” ucap Vany.

Cerita ini hanya FIKTIF BELAKA..!!
Mohon MAAF jika penamaan-nya ada yg sama dan Mengambil percis foto teman saya,, :P
Sekian dari SAYA, UCAPKAN TERIMAKASIH ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar